Apa Kabar Nasib Tani Indonesia, Lupakan Politik 2019

oleh -544 Dilihat

Jakarta – Tensi perpolitikan Tanah Air pada 2018 diperkirakan akan tinggi. Selain tahun itu akan dilaksanakan pilkada serentak di 171 daerah, persaingan partai politik yang akan bertarung dalam Pemilu 2019 juga diperkirakan akan mulai memanas.

Suhu politik meningkat terutama dipicu oleh dinamika pencalonan presiden oleh setiap parpol. Diperkirakan sebagian besar parpol akan mendeklarasikan siapa figur yang akan diusung sebagai calon presiden (capres) selambatnya pertengahan tahun depan. Diperkirakan tensi politik tinggi menjelang Pilpres 2019 ini akan datang lebih awal dibandingkan saat pelaksanaan Pilpres 2014.

“Aroma politik di tahun 2018 akan memanas, para elite mulai menggeliat jual kecap dan isu ini semakin kencang dan saut-sautan,” ungkap Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, hari ini.

Willy menyebutkan situasi riuh yang sudah mulai nampak adalah isu keyakinan dan PKI di politisir oleh sejumlah kalangan dan sengaja digoreng menjadi isu besar karena mendekati tahun politik 2019.

“Masyarakat tak perlu paranoid dengan PKI. Ini kan sengaja dipolitisir sejumlah kalangan sehingga memunculkan kegaduhan berlebihan di tengah-tengah masyarakat yang khawatir dengan isu bangkitnya komunisme. Kami yakin rakyat sudah cerdas, tahan banting buktinya situasi daerah adem ayem aja tuh,” tutur Willy.

Kendati demikian, lanjut Willy, di era demokrasi ini perbedaan pendapat adalah suatu hal yang wajar namun kini menjadi kebablasan. Negara bisa menjalankan demokrasi maka masyarakatnya harus pula cerdas dan sejahtera sesuai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia hidup makmur dan sejahtera.

“Jangan cuma impian saja disiang hari bolong jauh dari kata sejahtera. Ya jadinya begini demokrasinya kebablasan, banyak berita-berita hoax makin dikonsumsi, bebas jadi kebablasan,” sebutnya.

Oleh karenanya, Willy meminta agar pemerintahan Jokowi-JK untuk lebih memperhatikan kesejahteraan rakyat. Selain itu, kata dia, hentikan dan batasi pembangunan real estate sebab sudah saatnya pemerintah lebih memperhatikan kaum petani.

“Ini adalah momentum hari Tani Nasional. Pemerintah harus buat petani bahagia agar Petani merasa diuntungkan dan mendapatkan apresiasi. Yang terjadi selama ini, Petani panen bagus tidak ada penghargaan sedikit pun dan bahkan diabaikan jasa mereka sekaligus upayanya untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil panennya,” kata aktivis 98 ini.

Dia berpesan agar kembali menanam padi garap lahan tanah yang ada dan beri peraturan atau kebijakan yang melindungi para petani. “Jangan impor mulu, petaninya ini perhatikan. Kalau ada tengkulak nakal ya sikat bila perlu gepuk tengkulak nakal. Jangan buat generasi selanjutnya ogah jadi petani, pemerintah harus beri perhatian yang serius,” ucap dia.

Masih kata Willy, dia mengingatkan dahulu saat sekolah dibekali mata Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP), mengikuti Penataran P4, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB), Rangkuman Umum Pengetahuan Lengkap (RPUL), GBHN dsb. Akan tetapi kurikulum itu telah berlalu dan hanya bagian dari kenangan semata.

“Apakah padi menguning dipersawahan dan kerbau yang biasa dijadikan pembajak saat bersawah oleh petani akan alami nasib yang sama dan cuma bagian dari kenangan? Ingat, makanan pokok rakyat Indonesia itu nasi dan itu hasil tani. Ayo kita galakkan kembali pertanian dengan ciptakan industrialisasi pertanian. Selamat hari Tani Nasional, mari sejahterakan para petani,” tandasnya.