Berperan di Kemerdekaan, NU-Muhammadiyah Ikut Bentuk Pancasila

oleh -664 Dilihat

Jakarta – Diskusi bertajuk “Peran dan Kontribusi Nyata NU-Muhammadiyah Dalam Memerdekakan Serta Membangun Bangsa dan Negara” di aula LKSB, Jakarta Pusat, Senin (28/10/19).

Salah satu kolaborasi Ulama Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) ialah Pancasila, yang di dalamnya berisi semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Yang demikian itu hakekatnya adalah tindak lanjut dari Sumpah Pemuda.

Begitu disampaikan Pengurus Pimpinan Pusat Muhammadiyah Bidang Lembaga Seni, Budaya dan Olahraga, Kisen Al-Cepu, dalam diskusi Lembaga Kajian Strategis Bangsa (LKSB) bertajuk “Peran dan Kontribusi Nyata NU-Muhammadiyah Dalam Memerdekakan Serta Membangun Bangsa dan Negara” di aula LKSB, Jakarta Pusat, Senin (28/10/19).

Karena itu, kata dia, jika ada yang mengatasnamakan pemuda Islam bermaksud mengganti NKRI, Pancasila, dan kenhinnekaan, maka pastilah mereka tidak paham sejarah.

“Pemuda Islam sejati adalah mereka yang merawat NKRI, Pancasila dan kebhinnekaan. Karena hakekatnya itu semua juga produk dari Sumpah Pemuda,” kata Kusen.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif LKSB, Abdul Ghopur menegaskan, Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan Undang-Undang Dasar ’45 sudah final. Bahwa dalam penyelenggaraannya masih banyak terdapat kekurangan atau bahkan kekeliruan, itulah yang harus dibenahi bersama-sama tanpa harus timbul dalam pikiran untuk mengganti falsafah dan dasar negara Pancasila.

“Ibarat pohon besar nan rimbun dan banyak buahnya, kita sudah dinaungi dan makan buah dari pohoh besar itu. Masak mau kita tebang kalau sekali-kali pohon itu buahnya tumbuh tak manis? Harusnya kan malah kita pupuk agar subur kembali,” ujar Ghopur.

“Sebab apa, kitalah bersama yang menanam bibit pohon itu dan memupuknya hingga besar. Kita harus bersyukur bahwa dengan adanya pohon besar nan rindang dan banyak buahnya tersebut, kita sudah terhidar dari sengatan terik mathari dan hujan, juga sudah hilang lapar-dahaga kita dari buah-buahnya yang manis dan menyegarkan itu, itulah ‘Pohon Pancasila,” tambahnya.

Terkait masalah pemuda, Ghopur mengatakan, pemuda sesungguhnya bukan sekadar bagian dari lapisan sosial dalam masyarakat saja. Sebab mereka memainkan peranan penting dalam perubahan sosial.

Tapi, jauh daripada itu, lanjut Ghopur, pemuda merupakan konsepsi yang menerobos definisi pelapisan sosial tersebut, terutama terkait konsepsi nilai-nilai.

“Saya memandang pemuda atau generasi muda adalah konsep-konsep yang sering mewujud pada nilai-nilai herois-nasionalisme. Hal ini disebabkan keduanya bukanlah semata-mata istilah ilmiah, tetapi lebih merupakan pengertian ideologis dan kultural,” terang intelektual muda NU itu.

Ghopur mengungkapkan, pemuda sering dilekatkan dengan berbagai nilai ideal seperti “pemuda harapan bangsa”,’ “pemuda pemilik masa depan bangsa,’ dan sebagainya.

Dalam konteks Indonesia sebagai bangsa, kata dia, konsep ini menemukan jejaknya. Sebab, berbicara sosok pemuda memang identik dengan nilai-nilai dan peran kesejarahan yang selalu melekat padanya.

“Sosok pemuda selalu terkait dengan peran sosial-politik dan kebangsaan. Ini dapat dipahami mengingat hakikat perubahan sosial-politik yang selalu tercitrakan pada sosok pemuda. Citra pemuda Indonesia tidak lepas dari catatan sejarah yang telah diukirnya sendiri,” ungkapnya.

Lebih jauh Ghopur menuturkan, peristiwa-peristiwa besar di negeri ini dilalui dan digerakkan oleh pemuda. Sejarah mencatat bahwa Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, merupakan rekayasa sosial-politik para pemuda Indonesia dalam menggerakkan semangat nasionalisme rakyat Indonesia melawan penjajah kolonial.

Tonggak penting itu direkatkan lagi oleh Ikrar atau Sumpah Pemuda, yang menegaskan kesatuan niat, kebualatan tekad dan semangat satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa nasional Indonesia, pada Kongres Pemuda II, 28 Oktober 1928. Lalu, semangat nasionalisme tersebut mengkristal dan menemukan momentumnya saat diproklamirkannya Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno dan Hatta.

“Tidak mengherankan jika kemerdekaan Indonesia tak lepas dari gerakan ‘revolusi kaum muda’,” tuturnya.

“Peran partisipasi pemuda yang sangat besar dalam membangun, menyumbang, dan mendukung perkembangan bangsa. Dengan demikian sesungguhnya, diskursus kepemudaan tidak semata terkait persoalan politik. Namun, memiliki spektrum yang lebih luas, mencakup seluruh dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.