JAKARTA – Keterlibatan seluruh elemen bangsa goyong royong menangani pandemi Covid-19 patut diapresiasi. Salah satunya upaya TNI-Polri dalam menggeber program vaksinasi nasional sebagai salah satu cara memutus rantai penyebaran virus Covid-19.
Hal tersebut dikemukakan Direktur Eksekutif Moya Institute Hery Sucipto pada Webinar Series yang diselenggarakan Moya Institute, Jumat (30/7/2021), dengan mengangkat topik soal PPKM dan Vaksin untuk Indonesia Bangkit dari Pandemi.
Hery menilai, yang dilakukan TNI dan Polri dalam kondisi pandemi sekarang tidak hanya memerankan fungsinya sebagai institusi penjaga pertahanan serta keamanan ketertiban saja, namun terlibat aktif menggelar vaksinasi.
“Seperti Polri yang memanfaatkan seluruh Polda, Polres hingga Polsek di Indonesia untuk aktif membantu percepatan vaksinasi. Kemudian banyak bersinergi dengan instansi lainnya melakukan vaksinasi. Misalnya sewaktu Polri dan PP Muhammadiyah mengadakan vaksinasi yang dihadiri Kapolri langsung,” kata Hery.
Menurut Hery, instansi negara seperti TNI dan Polri dapat menjadi tulang punggung program vaksinasi maupun organ-organ lain, misalnya BIN, sebab amat mudah digerakkan dengan satu garis komando.
Sementara itu pembicara lainnya, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti, menyoroti mengenai maraknya bermunculan argumentasi keagamaan pada situasi pandemi saat ini di Indonesia.
“Soal keagamaan dikaitkan dgn penanganan Covid akibat konsekuensi kehidupan keagamaan yg sangat terbuka. Era reformasi terjadi kontestasi paham keagamaan di ruang publik,” ujar Mu’ti.
Mu’ti menilai, banyaknya masyarakat yang kini aktif dalam media sosial ikut menambah kontestasi narasi keagamaan tanpa dapat dihindari. Apalagi, kata dia, saat narasi keagamaan yang beredar di media sosial tanpa melalui proses kepatutan.
“Terkait masalah ini karena ada tiga faktor. Pertama, faktor yang berkaitan dengan keterbukaan, kedua penggunaan media sosial yang eksesif, dan ketiga kecenderungan perilaku yang agresif,” beber Mu’ti.
Kemudian, selebriti Tanah Air Ramzi yang turut ikut membahas tema diskusi menuturkan, masing-masing publik figur memiliki peran dan cara berbeda-beda dalam menyikapi pandemi.
“Ada yang cenderung tidak percaya Covid, PPKM serta vaksin. Ada pula yang mendapat kesempatan besar dari pemerintah namun kurang berkontribusi sehingga menjadi serangan balik. Ada juga yang abai saja, yang penting kerja,” imbuh Ramzi.
Ramzi kembali mengatakan bahwa pertentangan terkait PPKM maupun vaksin adalah imbas dari Pilpres 2019 yang masih terasa sampai saat ini. Padahal kedua tokoh yang bersaing sudah berkolaborasi bersama untuk Indonesia. Namun masih ada kelompok yang kalah dalam Pilpres masih sakit hati.
“Yang sakit hati di Pilpres hampir rata-rata tidak percaya dengan Covid 19, sehingga turunannya tidak percaya dengan Vaksin apalagi dikaitkan dengan asal vaksinnya,” bebernya.
Padahal, kata dia, warga negara memiliki kewajiban dalam membantu pemerintah agar bahu-membahu mengatasi pandemi COVID-19 yang hari ini kian meningkat. Apalagi dengan adanya varian baru (Delta) yang penularannya makin parah, perlu kerjasama dari berbagai lapisan untuk mengingatkan masyarakat agar mengikuti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan dan mengikuti Vaksinasi.
“Karena inilah salasatu solusi bangsa kita hari ini untuk mengatasi masalah pandemi Covid 19,” kata Ramzi.
Lebih jauh, Ramzi menerangkan bahwa pemberlakuan PPKM sangat penting dilakukan, namun disatu sisi juga sepakat untuk diseimbangkan dengan bantuan sosial kepada masyarakat yang terpapar masalah keuangan akibat PPKM ini.
“Karena masyarakat dibatasi aktivitasnya untuk berdagang dan lain sebagainya,” pungkasnya.