KP3 Nilai Kritik terhadap RKUHAP Sah, Namun Harus Berdasarkan Pemahaman Hukum yang Tepat

oleh -2 Dilihat

Jakarta – Direktur Komite Pendukung dan Pengawas Presisi Polri (KP3) Ade Ardiansyah Utama menilai kekhawatiran sebagian kelompok masyarakat sipil terkait pembatasan kebebasan berpendapat perlu disikapi secara proporsional dan berdasarkan kerangka hukum yang berlaku.

Ade menegaskan bahwa Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) merupakan hukum acara yang mengatur prosedur penegakan hukum, bukan norma yang menciptakan atau membatasi hak kebebasan berpendapat.

“RKUHAP itu bicara prosedur, bukan soal boleh atau tidaknya rakyat bicara. Kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum sudah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998, sehingga tidak tepat apabila RKUHAP disebut sebagai instrumen pembungkaman kritik publik,” kata Ade Ardiansyah Utama.

Ia menjelaskan bahwa kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan ruang kritik terhadap pemerintah merupakan hak konstitusional yang dijamin Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan memiliki rezim hukum tersendiri.

Menurut Direktur Komite Pendukung dan Pengawas Presisi Polri (KP3) tersebut, setiap penilaian terhadap potensi kriminalisasi ekspresi publik harus dibedakan secara tegas antara substansi norma hukum dan praktik penegakan di lapangan.

“Yang perlu dikawal adalah konsistensi aparat dalam menerapkan hukum sesuai konstitusi dan prinsip hak asasi manusia. Jika terjadi tindakan represif, hal tersebut merupakan persoalan implementasi, bukan kesalahan norma RKUHAP itu sendiri,” ujarnya.

Ade menyatakan bahwa kekhawatiran Koalisi Masyarakat Sipil terkait potensi penyempitan ruang kebebasan sipil merupakan bagian dari dinamika demokrasi. Namun, ia mengingatkan agar diskursus publik tidak menyederhanakan persoalan hukum secara keliru.

“Jangan semua persoalan kebebasan berpendapat dibebankan ke RKUHAP. Payung hukum kebebasan berpendapat sudah jelas diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998,” katanya.

Terkait kebebasan pers, Ade menegaskan bahwa pers juga dilindungi oleh Undang-Undang Pers dan tidak dapat dikesampingkan oleh ketentuan hukum acara pidana.

Ia menambahkan bahwa demokrasi yang sehat membutuhkan kritik sekaligus ketepatan dalam memahami hukum agar ruang kebebasan sipil tetap terjaga secara objektif dan konstruktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.