Cawapres bukan Ulama, Jari 98 : Prabowo Blunder, Ijtima’ Ulama Tak Lagi Dihargai

oleh -617 Dilihat

 

Jakarta – Jaringan Aktivis Reformasi Indonesia (JARI 98) menanggapi kubu Prabowo alias lawan Jokowi yang melempar rumor ganas soal Jokowi dijebak agar memilih ulama, sementara Prabowo kembali menjadi nasionalis.

 

“Ini sebetulnya cara berpikir kacau. Ijtima ulama telah merekomendasi Prabowo-Salim Segaf atau Ustad Abdul Somad (UAS). Ini fakta yang diidolakan. Kok gagal?,” tegas Ketua Presidium Jari 98 Willy Prakarsa, Minggu (12/8/208).

 

“Mungkin Prabowo tidak klik dengan Salim Segaf. Karena elektabilitas Salim nol koma, juga tidak punya modal. Bukan idola milenial, ilmu hukum dan konstitusinya hebatkah? Atau duitnya seabrekkah? Tak ada,” kata Willy lagi.

 

Menurut Willy, satu-satunya modal Salim Segaf adalah modal tagar Ganti Presiden dan sementara Ustadz Abdul Somad hasil rekomendasi Ijtima Ulama yang memiliki follower banyak di sosmed dan youtube bahkan kharismatik dan ilmu agamanya oke juga tidak dilirik oleh Prabowo.

 

“Apakah karena UAS tak punya modal, bukan konglomerat lantas tidak di lirik,” katanya.

 

Dikatakannya, bahwa faktanya sangat jelas bahwa ada pihak di kubu Prabowo yang sangat bernafsu mengorbitkan ulama. Nanti tagarnya, ganti presiden dengan capres-cawapres pilihan ulama. Kendati demikian, kata Willy, hal itu hanya sebuah bunyi saja dan tahapan tersebut tak ada jebakan yang ditujukan kepada Jokowi.

 

“Jika ada kesimpulan bahwa Jokowi dijebak dengan cara kubu Prabowo seolah-olah akan memilih ulama agar Jokowi juga memilih cawapresnya ulama adalah cara berpikir mengerikan. Bilang saja, PKS malunya di ubun-ubun. Kesembilan cawapresnya, tak satu pun dilirik Prabowo. Atau sederhanannya, PKS gagal menunggangi Prabowo kali ini. Pahamkan?,” tutur Willy.

 

Willy juga menguliti PAN yang ikut-ikutan menyebut bahwa Jokowi dijebak. “Apanya yang dijebak ? Semua mata melihat bagaimana PAN terombang-ambing di detik-detik pendaftaran di KPU. Bukan rahasia lagi, bagaimana Zulkifi Hasan pontang-panting, terlunta-lunta dikibuli Prabowo. Zulkifi Hasan tak masuk nominasi. Pun ocehan Amin Rais tidak lagi didengarkan Prabowo. Sampai-sampai anaknya ikutan menangis agar UAS dipinang Prabowo, masih sebut ini jebakan,” sebut dia.

 

“Ulama yang hadir yang ikut ijtima ulama itu ada yang hadir dengan di oksigen, apa masih sebut itu jebakan ?,” katanya.

 

Willy melanjutkan, jelas PAN mencoba memframing Ustad Abdul Somad (UAS) sebagai cawapresnya Prabowo tetapi tidak memberikan komitmen soal dukungan anggaran untuk mendukung UAS. 

 

“Prabowo kan dulu pernah bilang maju harus pake duit, ini PAN mau sodorin cuma-cuma ?,” tuturnya.

 

“Jokowi dijebak PAN, justru PAN lah yang ketahuan terjebak oleh jebakannya. PAN menderita dijebak oleh dirinya sendiri, PAN bisa semakin tenggelam. Tidak ada figur partai yang bisa kembali mengangkat nama PAN di perhelatan Pilpres. Dulu ada Hatta Rajasa. Sekarang siapa? Nihil,” ujarnya lagi.

 

“Video yang viral dari Haikal Hasan sebut itu jebakan batman justru menjadi blunder buat kubu Prabowo. GNPF Ulama, PA 212, peserta ijtima ulama dan pengikutnya akan sakit hati, karena sudah bersusah payah, bekerja keras memberikan rekomendasi agar Prabowo pilih pendampingnya adalah ulama tapi tidak didengerin. Kasihan kalau nantinya mereka malah menyeberang ke kubu Jokowi yang justru komitmen menjalankan ijtima’ ulama. Menggandeng ulama sebagai cawapresnya,” tegasnya.

 

Lebih lanjut, Willy juga mengaku kasihan dengan Demokrat yang penderitaannya sangat jelas dimata publik. Meskipun diawal diatas angin, SBY mampu PKS dan PAN. 

 

“Dia tertawa, AHY anaknya akan menjadi cawapresnya Prabowo. Kalau menang, luar biasa. Namun kalau kalah tetap ada dua keuntungan. Apa keuntungan itu?,” ucap Willy.

 

Pertama, kata Willy, nama Demokrat tetap berkibar karena ada figur AHY di foto yang dipasang KPU. “Ingat AHY, ingat Demokrat. Begitu motto Demokrat nantinya,” tambah dia. 

Kedua, lanjut Willy, figur AHY bisa semakin menggelegar pada tahun 2024, dimana Jokowi sudah selesai. “Nah ini impian SBY, yang awalnya disebut sang jenderal maestro politik. Akan tetapi SBY lupa, siapa Prabowo. Dia juga seorang Jenderal. Ia tidak mau di bawah ketiak Habib Rizieq. Makanya ia tidak mendengar rekomendasi Rizieq. Ia memang bertemu dengan Rizieq, tetapi itu ada maunya,” tuturnya. 

 

“Suara pendukung Rizieq, maunya kepada Prabowo. Pun Prabowo tidak mau di bawah ketiak SBY. Makanya Prabowo kode Sandiaga. Kasihan Jenderal SBY yang sudah dicap Jenderal Baper oleh Jenderal Kardus,” katanya.

 

Dilanjutkannya, sosok Sandiaga ternyata bernafsu juga menjadi cawapres dan nafsunya melibihi potensinya. Kata Willy, bisnis Wakil Gubernur DKI itu semakin lancar dan saham meningkat tajam. “Kalau jadi wapres ya makin enak lagi usahanya,” katanya.

 

“Sandiaga berhitung, jika dia sukses menjadi wakil presiden, ia bisa seperti JK. Bisnis lancar, saham meningkat dan semuanya OK. Sandiaga mungkin telah mempersiapkan duit seabrek untuk biaya kampanye bersama Prabowo,” terangnya.

 

“Nah dengan gagalnya ulama menjadi cawapres Prabowo, lalu Jokowi dibilang dijebak? Ya dijebak duit Sandiaga,” bebernya.

 

Justru, kata Willy, Jokowi berhasil menjebak Prabowo agar tetap maju menjadi capres. Jokowi rela tidak berkoalisi dengan SBY agar bisa membantu Prabowo maju dan terhindar dari tekanan PKS dan PAN sehingga hasilnya Prabowo capres.

 

Lalu bagaimana dengan Jokowi yang memilih Ma’ruf Amin. Willy mengaku justru, ada banyak keuntungan Jokowi memilih Ma’aruf yakni keuntungan utamanya adalah Kiai Ma’ruf bisa menghadang isu-isu agama. 

 

“Jokowi sukses membuat malu Jenderal Baper. Jokowi sukses membuat jenderal kardus. Masih bilang Jokowi dijebak ?,” pungkasnya.