JAKARTA – Belakangan ini banyak beredar berita pelaporan para korban berita hoax. Dan pernah heboh kejaduan terkait pelaporan berita hoax dari media seword.com ke Bareskrim Mabes Polri.
Seword.com pernah geger dilaporkan karena telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo.
Hal ini bukanlah kali pertama korban yang merasa dirugikan oleh situs seword.com. Situs yang dibuat oleh seorang yang bernama Alifurrahman ini memang kerapkali menuai kontroversi. Bahkan tak sedikit pula orang menganggap bahwa situs tersebut banyak menyebarkan berita hoax dan menebar kebencian, hingga berakibat banyak terjadinya kegaduhan.
Sebelumnya, 17 Agustus 2016, tak tanggung-tanggung seword.com melalui artikel yang ditulis oleh foundernya sendiri, Alifurrahman, menyebut salah seorang anggota DPR RI fraksi Gerindra bernama Muhammad Syafii dengan sebutan “Syetan”. Alif menyebut Syafii sebagai “syetan”, hanya karena Syafii mengeluh tentang situasi bangsa yang semakin carut-marut saat memimpin do’a usai sidang DPR/MPR pada 16 Agusrus 2016 lalu.
Selain itu, seword.com seringkali menyerang SBY. Membantai, dan mencemarkan nama baik SBY. Akibat daripada itu, Roy Suryo, selaku kader senior Partai Demokrat merasa geram dengan situs provokator tersebut. Kegeraman Roy Suryo diungkapkan saat acara ILC di salah satu stasiun televisi swasta.
Belum puas telah menelan banyak korban, seword.com kembali melakukan fitnah terhadap Hary Tanoe dan Anies Baswedan. HT difitnah bersekongkol dengan Anies saat Anies masih menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, terkait pendistribusian Kartu Indonesia Pintar (KIP). Fitnah inilah yang menyebabkan LBH Perindo melaporkan salah satu penulis seword.com bernama Anisatul Fadilah ke Bareskrim Mabes Polri.
Melihat fenomena tersebut, Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) MPO Ahmad mengakui bahwa berita bohong atau hoax kian merebak dan menyerang semua kalangan masyarakat, mulai dari anak-anak, dewasa, hingga orang tua ditengah pandemi ini.
Tidak hanya yang berpendidikan rendah, masyarakat berpendidikan tinggi pun rentan termakan atau menjadi korban hoax maupun provokasi. Padahal, kata dia, Pemerintah sedang berjuang untuk menekan angka covid-19 di Indonesia.
“Semua kalangan masyarakat di era digital ini rentan terserang hoax. Bahkan, banyak juga orang yang berpendidikan tinggi juga ikut termakan dan menyebarkan hoax,” ungkapnya.
Menurut dia, merebaknya hoax dipicu salah satunya oleh rendahnya literasi masyarakat, baik kemampuan membaca maupun menulis. Hal itu diperparah dengan rendahnya kesadaran dalam menggunakan media sosial (Medsos).
“Banyak norma-norma yang tidak dipakai dalam bermedia sosial. Selain itu faktor polarisasi akibat isu politik dan SARA juga turut mempengaruhi,” sebutnya.
Ahmad lalu memberikan solusi agar masyarakat terselamatkan dari ancaman hoax. Secara sederhana, masyarakat harus kritis dan skeptis terhadap informasi yang didapat. Jangan mudah terprovokasi dengan informasi yang berjudul provokatif dan bijak bermedia sosial.
“Pahami bahwa informasi dari internet atau media sosial ada potensi bohong, apalagi sumbernya tidak jelas. Usahakan cari sumber dari media yang valid dan kredibel,” tandasnya.